Kecil, Berarti dan Hasil "Pribumi"

Kata ‘Pribumi’ yang saat ini ramai menghias sosial media, dipicu oleh pidato pertama Bpk. Anies Baswedan pada pelantikan Gubernur DKI Jakarta beberapa hari lalu. Kenapa kata pribumi menjadi ramai diperbincangkan?. Banyak netizen yang menilai kalo kata pribumi yang dicetuskan sebagai pengganti kata Inlander pada masa kolonial sudah tidak relevan dipakai saat ini karena berbagai ras dan suku bangsa sudah sangat membaur di Indonesia dan bekerja juga bersosial dalam banyak hal. Lepas dari opini netizen ada juga beberapa yang beropini bahwa pidato itu harus diliat atau dicermati secara utuh, kemana kata “pribumi” itu dikaitkan, apabila konteks kata pribumi dipakai ketika narasi pidatonya mengarah pada kacamata sejarah kolonialisme maka kata pribumi sangat relevan.




Ahhh ko jadi serius,, eh emang serius juga sih hehehe, jadi point paragraf diatas itu cuma intermezo untuk topik yang lagi nge-hitz. Yang paling penting dari isu yang sedang berkembang ini  adalah, bagaimana orang Indonesia mencipta dan mengkonsumsi produk hasil orang Indonesia, sehingga tingkat produktivitas pengusaha Indonesia dan hasil karya orang Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Faktor paling utama ya orang Indonesia harus bangga sama produknya, sama bahan-bahan olahannya, sama karya pikir perancangnya, sama rasa yang ada pada produknya.



Baru-baru ini saya berkunjung ke Bandung untuk tujuan interview ke salah satu Brand Muslim Fashion ternama di Indonesia, saya berkunjung ke daerah GedeBage tempat kantor brand itu, dan berhasil mewawancarai beberapa orang yang terlibat dalam membesarkan brand tersebut selama puluhan tahun, Shaffira merupakan Brand yang tidak diam dan terus mengekspolari produknya sehingga segmen muslim fashion bisa dikupas sampai beberapa level brand. Setelah ngalor ngidul dari mulai sejarah sampai lini digital marketingnya, akhirnya saya sampai pada obrolan ‘Fashion Compliment’ atau fashion pelengkap. Lalu narasumber saya Kang Rival (manager digital marketing) merujuk saya untuk mendatangi KKB (Kaos Kaki Bandung) agar lebih tau bagaimana fashion compliment bisa begitu menjanjikan dan besar di market Indonesia.




Tidak memakan waktu lama untuk sampai dari kantor Shaffira ke kantor KKB kurang lebih 15 menit, oh iya kalo mau cek websitenya ini linknya www.kaoskakibandung.com   , sesampainya di Kantor KAOS KAKI BANDUNG saya disambut hangat sama staff personalianya dan saya berbicara tentang maksud saya dan apa tujuan saya, setelah ngobrol sebentar dengan personalia KKB akhirnya saya diarahkan ke Manager R&D nya karena founder dan owner dari KKB sedang diluar kantor. Ngobrol dengan tim R&D  (Research and Development) akhirnya saya yang menyesuaikan tema obrolannya agar jelas.




Rani       : Terima Kasih udah nerima saya sebagai tamu hehe, jadi intinya saya udah keliling ke beberapa Brand muslim fashion di Bandung, sampai pada akhirnya saya dirujuk ke KKB karena menyinggung fashion compliment, bisa ceritain sedikit kenapa bisnis fashion compliment dalam hal ini kaos kaki?
Feri        : hehehe, kayanya yang bisa secara personal menjawab kenapa memilih bisnis kaos kaki ya Founder dan Owner KKB, kalo hasil dari kenapa berbisnis kaos kaki..Insya Allah bisa diliat sendiri perusahaan kami bertahan belasan tahun dan terus berkembang dengan lini produksi fokus pada kaos kaki.
Rani       : jadi KKB (Kaos Kaki Bandung) itu brand dari awal atau pengembangan?
Feri        : KKB itu Induk usahanya yang menaungi beberapa brand kaos kaki yang di produksi disini, seperti KANIK, DIBFA, HADESOCK, YASA, ANNA, dan beberapa private label.
Rani       : Semuanya kaos kaki? Dengan segmen yang sama, muslimah?
Feri        : yes, semuanya kaos kaki, segmen besarnya sama kaos kaki muslimah, ada beberapa juga segmen untuk urban wear, setiap brand punya kekuatannya seperti KANIK itu fokus pada inovasi produknya (dan ini brand best seller KKB), ANNA lebih ke harganya yang sangat terjangkau, DIBFA untuk kelas produksi mekanik, dll.
Rani       : seberapa banyak konsumsi konsumen kaos kaki muslim di Indonesia?
Feri        : kalo jelasnya saya tidak bisa jawab, karena berhubungan dengan angka rahasia perusahaan hehe, tapi kalo mau hitung2an sederhananya misalkan kaos kaki Jempol (yang ada belahan jempol) sekarang rata-rata wanita muslimah memakai kaos kaki model tersebut bahkan menutup kaki bagi sebagian wanita muslim merupakan kewajiban, apabila dia syar’i / bercadar bahkan hampir tidak lepas, apabila  hijaber setidaknya keluar rumah dia pake, nah dari sini  bisa diliat konsumsi mereka lebih besar dari kaos kaki jenis lainnya, karena dengan kondisi sering dipake maka kaos kaki harus ada cadangan, harus beli lagi karena bosen, harus ganti karena udah tipis dll.
Rani       : sistem penjualan KKB ?
Feri        : kita pake sistem keagenan (Produsen – Distributor – Agen – Reseller/Retail)
Rani       : Syaratnya, apakah harus membeli semua brand produk KKB?
Feri        : yang termasuk dalam pencatatan keagenan KKB itu hanya untuk pembelian kaos kaki KANIK
Rani       : berbicara KANIK sebagai Best Seller, treatment apa yang KANIK lakukan untuk menjaga produknya tetap berada dideretan market kaos kaki?
Feri        : karena KANIK fokus pada ‘UNIK’ inovasi dan pengembangan produk, sehingga walaupun KANIK mempunyai produk best sellernya (kaos kaki jempol) tapi desain kaos kaki motif tetap kami jalankan dengan desain yang selalu ada yang baru, inovasi fungsi juga kami lakukan untuk meningkatkan kenyamanan.
Rani       : Kenapa induk perusahaannya bernama Kaos Kaki Bandung?
Feri        : hahaha, simple aja karena kami dari Bandung, kami bangga jadi orang Bandung, kami produsen kaos kaki yang bergerak di Bandung jadi nama paling pas untuk itu ya Kaos Kaki Bandung (KKB) , secara langsung orang bakal tau apa produknya dimana dibuatnya..
Rani       : pertanyaan terakhir kang, jadi ini murni hasil “pribumi” hehehe ?
 Feri       : Ga murni banget sih, mesin tetep import, bahan benang beberapa jenis masih harus import, tapi kan yang penting itu gagasan dan bangga sama produknya, dan walaupun kaos kaki itu kecil, tapi apabila dipakai itu bisa berarti buat pemakainya. Lepas dari kata “pribumi” penting engganya dibahas, tapi sebisa mungkin kami ga merekrut orang-orang yang jauh dilokasi perusahaan, semata-mata biar warga sekitar berkesempatan untuk berkerja dan mencari rejeki yang halal.

Wiih tulisannya jadi cukup panjang, tapi sebenarnya yang saya publish ga sepanjang hasil riset saya tentang menganalisa brand muslim fashion keseluruhan. Mudah-mudahan sobat semua bisa mengambil manfaat dari tulisan ini, yang point utamanya itu jangan melihat besar kecilnya sebuah produk tapi treatment brand lah yang bisa membesarkan produk tersebut.

Maharani Felisha Ambar





Comments

Popular Posts